Berikut ini satu di antara banyak doa yang bisa dibaca umat Islam saat menghadapi kesulitan hidup.
Dikutip dari buku Kumpulan Doa Berdasarkan Alquran dan Sunnah karya Sa’id Ali bin Wahf al-Qahthoni, ada doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika seseorang menghadapi kesulitan. Dalam buku itu dijelaskan bahwa doa tersebut bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW.
اَللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allahumma la sahla illa maa ja’altahu sahlan, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlan.
“Ya Allah tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau mudahkan. Sedang yang susah bisa Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendakinya.”
Hadits tersebut diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya. Saat seorang Muslim mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, doa tersebut bisa dibaca.
Melalui Alquran, Allah SWT juga menerangkan bahwa sesudah kesulitan, ada kemudahan. Maka jangan terlalu berlebihan meratapi kesulitan, Muslim diajarkan untuk selalu optimis dalam hidup dan berprasangka baik kepada Allah SWT.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Fa’inna ma‘al-‘usri yusrā(n).
Inna ma‘al-‘usri yusrā(n).
Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. (Alquran Surat Asy-Syarh Ayat 5 dan 6)
Dalam ayat 5 itu, Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan, dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar.
Namun demikian, dalam usaha untuk meraih sesuatu itu harus tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Allah. Ini adalah sifat Nabi Muhammad SAW, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya, ketika beliau terdesak menghadapi tantangan kaumnya. Walaupun demikian, beliau tidak pernah gelisah dan tidak pula mengubah tujuan, tetapi beliau bersabar menghadapi kejahatan kaumnya dan terus menjalankan dakwah sambil berserah diri dengan tawakal kepada Allah dan mengharap pahala daripada-Nya.
Begitulah keadaan Rasulullah SAW sejak permulaan dakwahnya. Pada akhirnya, Allah memberikan kepadanya pendukung-pendukung yang mencintai beliau sepenuh hati dan bertekad untuk menjaga diri pribadi beliau dan agama yang dibawanya.
Mereka yakin bahwa hidup mereka tidak akan sempurna kecuali dengan menghancurleburkan segala sendi kemusyrikan dan kekufuran. Lalu mereka bersedia menebus pahala dan nikmat yang disediakan di sisi Allah bagi orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya dengan jiwa, harta, dan semua yang mereka miliki. Dengan demikian, mereka sanggup menghancurkan kubu-kubu pertahanan raja-raja Persi dan Romawi.
Ayat tersebut seakan-akan menyatakan bahwa bila keadaan telah terlalu gawat, maka dengan sendirinya kita ingin keluar dengan selamat dari kesusahan tersebut dengan melalui segala jalan yang dapat ditempuh, sambil bertawakal kepada Allah. Dengan demikian, kemenangan bisa tercapai walau bagaimanapun hebatnya rintangan dan cobaan yang dihadapi.
Dengan ini pula, Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa keadaannya akan berubah dari miskin menjadi kaya, dari tidak mempunyai teman sampai mempunyai saudara yang banyak dan dari kebencian kaumnya kepada kecintaan yang tidak ada taranya.
Ayat ke-6 adalah ulangan ayat sebelumnya untuk menguatkan arti yang terkandung dalam ayat yang terdahulu. Bila kesulitan itu dihadapi dengan tekad yang sungguh-sungguh dan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk melepaskan diri darinya, tekun dan sabar serta tidak mengeluh atas kelambatan datangnya kemudahan, pasti kemudahan itu akan tiba. (Tafsir Kementerian Agama RI)